Cincin Nelayan: Dari Segel Kepausan Menuju Simbol Penggembalaan Gereja

 

"Cincin Nelayan: Dari Segel Kepausan Menuju Simbol Penggembalaan Gereja"

Ketapang 18 Mei 2025. Di tengah dinamika dunia modern yang terus bergerak maju, simbol-simbol warisan iman tetap menjadi fondasi tak tergoyahkan bagi Gereja Katolik. Salah satu simbol yang terus bertahan sebagai lambang otoritas rohani tertinggi di dunia Katolik adalah Cincin Nelayan, atau dikenal juga sebagai Anello del Pescatore dalam Bahasa Italia.

Cincin ini tak sekadar perhiasan. Ia merupakan bagian integral dari perlengkapan resmi Sri Paus, pemimpin tertinggi Gereja Katolik, dan secara teologis diyakini sebagai penerus langsung dari Santo Petrus  rasul Yesus yang dahulunya adalah seorang nelayan dari Galilea. Dalam tradisi Katolik, Petrus dijuluki sebagai “penjala manusia”, mengacu pada panggilan Kristus dalam Injil Markus 1:17: “Mari, ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.”

Cincin ini menampilkan ukiran basso rilievo bergambar Santo Petrus sedang menjala ikan dari atas sebuah perahu ikonografi penuh makna yang menyatukan iman, sejarah, dan kepemimpinan. Di sekeliling gambar tersebut tercetak nama Sri Paus dalam bahasa Latin dengan huruf timbul.

Tradisi mencetak cincin baru dari emas murni untuk setiap Paus yang terpilih tetap dijaga hingga kini. Cincin tersebut dikenakan secara resmi dalam upacara penobatan atau pentahbisan, ketika kepala Dewan Kardinal secara simbolik menyelipkannya ke jari ketiga tangan kanan Sri Paus.

Namun, simbol ini tak abadi. Saat seorang Paus wafat, cincinnya dihancurkan oleh Camerlengo dalam suatu ritual yang disaksikan para kardinal. Tindakan ini menegaskan berakhirnya kekuasaan Paus tersebut dan mencegah penyalahgunaan otoritas melalui penerbitan dokumen palsu selama masa sede vacante (kekosongan tahta suci).

Dokumentasi tertua mengenai Cincin Nelayan berasal dari surat Paus Klemens IV kepada keponakannya, Peter Grossi, tahun 1265. Kala itu, cincin digunakan untuk menyegel surat pribadi dengan lilin merah, berbeda dari dokumen resmi publik yang menggunakan bulla  segel dari logam cair (lead).

Fungsinya sebagai alat pengesahan resmi berlanjut hingga abad ke-15, terutama untuk dokumen yang disebut Breve kepausan. Namun sejak tahun 1842, penggunaan segel lilin dan cetakan cincin dihentikan, digantikan oleh cap tinta merah yang lebih praktis.

Walau telah bergeser dari fungsi administratif, Cincin Nelayan tetap menjadi simbol feodal dan spiritual yang kuat. Sebagaimana tradisi Abad Pertengahan yang diwarisi dari monarki Eropa, umat beriman menunjukkan penghormatan kepada Sri Paus dengan mencium cincin tersebut, sebuah gestur simbolik yang masih berlangsung hingga hari ini.

Sebagaimana dilaporkan oleh Vatican News, Cincin Nelayan bukanlah lambang kekuasaan duniawi, melainkan panggilan pelayanan dan penggembalaan, mengingatkan kita akan warisan Petrus dan misi Gereja untuk menebar jala kasih di tengah dunia.


Sumber: Vatican News, Dokumen Arsip Vatikan, Injil Markus 1:17

Penulis:Tim Komsos Paroki Santo Agustinus Paya Kumang

Tanggal:  18  Mei 2025




About Gr.SAPRIYUN,S.ST.Pi

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 comments:

Posting Komentar