Ketapang, 25 Juni 2025.Dalam kesederhanaan kata, kadang tersimpan kedalaman rohani yang luar biasa. Demikianlah yang tampak dari sebuah unggahan status WhatsApp milik Yohanes Suprastha, seorang Prodiakon dari Paroki Santo Agustinus Paya Kumang, Keuskupan Ketapang. Tepat pada malam 25 Juni 2025, ia membagikan empat kutipan reflektif yang tak hanya menyentuh perasaan, tetapi juga menggugah iman dan memperkaya kehidupan spiritual umat Katolik.
Kata-kata yang ia unggah sederhana dan bersifat pribadi, namun jika direnungkan dalam terang ajaran Gereja, sesungguhnya memuat unsur-unsur penting dari spiritualitas Katolik: kasih sejati, pengorbanan, dan kesetiaan dalam panggilan hidup berkeluarga. Berikut isi pesan yang beliau bagikan:
Kutipan ini menggambarkan makna kesetiaan dalam relasi suami-istri. Dalam teologi Katolik, pernikahan bukanlah sekadar ikatan duniawi, melainkan sakramen suci yang menyatukan dua pribadi dalam kasih Allah. Kesetiaan adalah buah roh yang tumbuh dari perjumpaan dengan Kristus. Seorang suami yang menghargai istrinya di masa-masa sulit adalah cerminan kasih yang berakar pada pengalaman penderitaan dan pemurnian bersama, sebagaimana Yesus yang setia kepada Gereja-Nya hingga wafat di salib.
Paus Fransiskus pernah mengatakan, “Krisis dapat membantu meneguhkan cinta, bila cinta itu sungguh kuat.” Pernyataan Yohanes menjadi kesaksian konkret bahwa kesulitan bukan alasan untuk meninggalkan, melainkan momen untuk semakin melekat.
Dalam pernyataan ini tampak makna mendalam tentang pengorbanan sebagai sukacita. Banyak orang di dunia menganggap keluarga sebagai beban ketika kesulitan datang, tetapi dalam pandangan iman, keluarga adalah berkat dan kekuatan, bukan beban.
Sebagaimana Santo Yosef menjadi pelindung Keluarga Kudus, Yohanes menyuarakan semangat ayah Katolik sejati: ia melihat anak dan istrinya bukan sebagai hal yang menguras tenaga, tetapi sebagai motivasi rohani yang memampukan dia untuk tetap bertahan dan berjuang.
Yesus sendiri tak pernah memandang manusia sebagai beban, melainkan sebagai domba-domba yang perlu digendong dan diselamatkan. Maka sikap seorang ayah yang mencintai keluarga dengan tulus adalah bentuk nyata spiritualitas Kristus Sang Gembala.
Kata-kata ini sangat kuat dan menyentuh. Ia mencerminkan heroisme seorang kepala keluarga yang berani mengambil risiko demi orang-orang yang dikasihinya. Dalam terang iman Katolik, ini menunjukkan bahwa pekerjaan seorang suami bukan hanya tugas duniawi, tetapi juga partisipasi dalam karya penciptaan dan penyelenggaraan Allah.
Gereja mengajarkan bahwa bekerja dengan jujur dan setia adalah bentuk doa dan pelayanan. Yohanes mengungkapkan realitas itu dalam bentuk paling mendalam: ia tidak takut akan dirinya sendiri, tetapi hatinya tertambat pada kesejahteraan keluarganya.
Dalam hal ini, Yohanes tidak sekadar mencari nafkah, tetapi ia menjalankan misi kasih dan tanggung jawab imamat awam dalam keluarganya. Kasih seorang ayah mencerminkan kasih Kristus yang tidak takut wafat demi menyelamatkan umat-Nya.
Pernyataan terakhir adalah ungkapan rendah hati dan penuh kasih. Ia menyadari keterbatasannya sebagai manusia sebagai seorang suami yang tidak sempurna namun ia bersyukur atas kasih yang tetap diterimanya dari sang istri. Kasih itu tidak bersyarat, tidak menuntut kesempurnaan, tetapi berakar pada pengampunan dan pengertian yang terus-menerus.
Di sinilah letak spiritualitas pengampunan dalam pernikahan Katolik. Yohanes, lewat kata-katanya, mengakui bahwa cinta sejati tidak menuntut, tetapi menampung, merangkul, dan sabar menghadapi proses hidup bersama. Ini sejalan dengan seruan Rasul Paulus dalam Kolose 3:13: "Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain dan ampunilah seorang akan yang lain."
Refleksi Katekese: Kasih Kristiani dalam Hidup Keluarga
Dalam terang ajaran Gereja Katolik, keluarga adalah Gereja kecil (Ecclesia domestica). Di dalamnya, kasih Allah dialami secara konkret dalam relasi sehari-hari antaranggota keluarga. Paus Fransiskus dalam Amoris Laetitia (Sukacita Kasih) menegaskan bahwa cinta dalam keluarga bukan hanya perasaan, melainkan pilihan sadar untuk mengasihi, bertahan, dan memberikan diri sepenuhnya.
Prodiakon Yohanes Suprastha, melalui kata-kata tulusnya, merefleksikan hal itu: kesetiaan suami kepada istri dalam suka maupun duka, cinta yang tak terhitung dalam pengorbanan, serta keberanian untuk menghadapi dunia demi mereka yang dikasihi. Ini mencerminkan semangat kasih Kristus sendiri yang "telah mengasihi Gereja dan menyerahkan diri-Nya baginya" (Efesus 5:25).
Di tengah zaman yang sering menyoroti kerapuhan relasi rumah tangga, pesan ini menjadi katekese hidup yang menyapa umat. Kita diajak merenungkan:
Apakah kita sungguh hadir dan bertahan dalam cinta, bukan hanya dalam saat bahagia, tetapi juga ketika cobaan menimpa keluarga kita?
Sudahkah kita menjadikan kasih sebagai bentuk pelayanan seperti Kristus kepada umat-Nya?
Pesan Rohani yang Menyentuh Jiwa
Status WhatsApp yang dibagikan pada malam itu bukan sekadar luapan perasaan pribadi, melainkan menjadi saksi kasih yang konkret. Suatu kesaksian kecil, namun menggema dalam hati banyak umat yang membacanya. Di balik kalimat sederhana, tersirat teladan seorang suami Katolik yang setia, sabar, penuh pengharapan, dan bersandar pada kasih ilahi.
Banyak umat yang mungkin tak mengenal Yohanes secara pribadi, tetapi dapat merasakan hangatnya kehadiran Kristus dalam ungkapan kasihnya kepada istri dan anak-anak. Inilah bentuk katekese yang hidup: bukan lewat khotbah panjang, melainkan lewat perbuatan dan kesetiaan dalam relasi cinta.
Sebagai Prodiakon, Yohanes bukan hanya melayani di altar, tetapi juga mewartakan Injil lewat cara hidupnya sehari-hari. Ia menunjukkan bahwa menjadi pelayan Kristus bukan hanya soal tugas liturgis, tetapi tentang mencintai tanpa syarat, sebagaimana Kristus telah lebih dahulu mengasihi kita.
Penutup: Doa dan Inspirasi
Semoga renungan sederhana ini menjadi inspirasi bagi setiap keluarga Katolik. Semoga para ayah dan suami Katolik tergerak untuk semakin meneladani kasih Kristus yang memberi diri sepenuhnya. Dan semoga setiap keluarga menjadi tempat subur tumbuhnya iman, pengharapan, dan kasih yang sejati.
"Kasih itu sabar, kasih itu murah hati... kasih menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu."(1 Korintus 13:4-7)
📍Paroki Santo Agustinus Paya Kumang
🕊️ Gembala Umat, Pelita Iman, Sahabat Jiwa
Ditulis oleh: Tim Redaksi Komunikasi Sosial (Komsos) Paroki Santo Agustinus Paya Kumang
Tanggal: 25 Juni 2025
0 comments:
Posting Komentar