Ketapang, 9 Juni 2025.Di tengah derasnya arus zaman, ketika dunia kerap melupakan wajah kasih yang lembut dan setia, Gereja Katolik kembali menatap sosok ibu yang tak pernah berpaling: Maria, Bunda Yesus dan Bunda Gereja. Pada peringatan liturgis Santa Perawan Maria Bunda Gereja, umat Paroki Santo Agustinus Paya Kumang, Keuskupan Ketapang, larut dalam kekaguman dan syukur atas kehadiran Maria dalam ziarah iman umat beriman.
Dalam Pelukan Maria, Gereja Menemukan Identitasnya
Tidak semua ibu hadir dalam sorotan. Ada yang bekerja diam-diam, memeluk dalam doa, dan menuntun dengan cinta. Demikian pula Maria. Gelar “Bunda Gereja” bukan hasil promosi keagamaan, tetapi buah dari pengenalan yang mendalam akan dirinya sebagai figur keibuan dalam seluruh kehidupan Gereja.
Dalam kisah Injil Yohanes 19:27, saat Yesus menggantung di kayu salib, Ia tidak hanya menyerahkan ibunya kepada Yohanes, tetapi pada seluruh Gereja yang baru lahir dari lambung-Nya yang tertikam. “Inilah ibumu,” kata Yesus dan sejak saat itu, Maria bukan hanya ibu biologis Yesus, tetapi ibu dari semua murid yang mengasihi-Nya.
Di tengah ketakutan para murid pasca wafat Yesus, Maria hadir dalam keheningan ruangan di Yerusalem (Kis 1:14), menantikan Roh Kudus. Di situlah Gereja pertama dibangun: bukan di antara batu-batu megah, tetapi di tengah doa seorang Ibu dan anak-anak rohaninya.
Gelar yang Lahir dari Kontemplasi dan Cinta
Maria sebagai Bunda Gereja bukan sekadar simbol manis dalam kalender liturgi. Ia adalah realitas iman yang dikunyah dan direnungkan berabad-abad lamanya. Dari tulisan-tulisan para Bapa Gereja seperti Santo Ambrosius hingga Santo Agustinus, dari gemuruh Konsili Efesus hingga kebijaksanaan Vatikan II, suara Gereja bulat: Maria adalah bagian tak terpisahkan dari misteri keselamatan.
Pada tahun 2018, Paus Fransiskus menyempurnakannya dengan menetapkan hari Senin setelah Pentakosta sebagai peringatan liturgis Maria Bunda Gereja. Hari ini tidak dipilih sembarangan. Ia menyambungkan api Pentakosta dengan pelukan Maria. Roh Kudus turun, dan seorang Ibu menyambut-Nya bersama Gereja yang baru bernafas.
Maria dalam Hati Umat: Ibu dalam Doa, Pelindung dalam Lelah
Di tengah keheningan gua Maria, dalam setiap butir Rosario yang disentuh tangan renta, dalam airmata yang jatuh di bangku doa seorang ibu di sanalah Maria hidup. Bagi umat Katolik, Maria bukan hanya sejarah. Ia adalah kehadiran. Ibu yang tak menuntut, tetapi selalu ada. Penjaga jiwa yang lelah, penghibur saat tak ada lagi kata.
Banyak umat merasakan Maria sebagai sahabat batin, bukan karena spektakuleritasnya, tetapi karena kesetiaan dan kelembutannya. Seperti lilin kecil yang tetap menyala di tengah badai, Maria menemani ziarah umat menuju Kerajaan Allah.
Di Paroki Santo Agustinus Paya Kumang, devosi kepada Bunda Maria bukan hal baru. Doa Rosario mengalir dalam keluarga, perayaan bulan Maria dan Oktober selalu hangat diikuti, dan kini, gelar “Bunda Gereja” semakin menggema sebagai pengingat akan cinta Maria yang melampaui waktu.
Maria dan Iman yang Tak Pernah Tawar-Menawar
Dalam dunia yang makin ragu akan kebenaran, Maria tetap menjadi benteng iman yang kokoh. Ketika zaman mencoba memisahkan kemanusiaan dan keilahian Yesus seperti ajaran sesat Nestorianisme dahulu—Gereja berdiri teguh, dan Maria disebut sebagai Theotokos: Bunda Allah. Jika Ia adalah Bunda Kepala Gereja (Kristus), maka Ia juga adalah Bunda seluruh tubuh-Nya: Gereja.
Tak semua orang memahami ini. Bahkan di masa kini, banyak kelompok yang menolak peran Maria. Namun, sebagaimana dikatakan Santo Louis de Montfort: “Melalui Maria menuju Yesus.” Ia bukan penghalang keselamatan, tapi jembatan kasih. Bukan saingan Putranya, tapi cermin kehadiran-Nya.
Suara-Suara dari Masa Lampau yang Masih Bernyanyi
Santo Ambrosius menyebut Maria sebagai “gambaran Gereja”karena ia taat dan murni. Santo Agustinus berkata bahwa Maria lebih diberkati karena imannya daripada rahimnya pesan yang kuat untuk umat zaman ini: iman mendahului kemuliaan.
Sementara dari Timur, Santo Yohanes Damaskus menulis bahwa Maria adalah “Bunda seluruh umat manusia.” Sebuah kesaksian bahwa devosi kepada Maria adalah jembatan yang menghubungkan Timur dan Barat, tua dan muda, liturgi dan kehidupan sehari-hari.
Penutup: Dalam Keheningan, Seorang Ibu Tetap Menunggu
Santa Perawan Maria Bunda Gereja bukanlah nostalgia masa lampau. Ia adalah realitas yang hidup. Dalam setiap langkah Gereja yang lelah, Maria berjalan bersama. Ia tidak mengambil alih. Ia tidak berteriak. Ia hanya hadir. Diam, tetapi nyata. Lemah-lembut, tetapi tegas.
Dan di dunia yang gemar berpaling, Maria tetap menanti dengan tangan terbuka, hati terbakar kasih, dan doa-doa yang tak pernah berhenti bagi anak-anaknya.
Referensi:
-
Yohanes 19:25-27
-
Kisah Para Rasul 1:14
-
Konsili Efesus, 431 M
-
Lumen Gentium, Bab 8
-
Redemptoris Mater (Paus Yohanes Paulus II, 1987)
-
Dekrit Kongregasi Ibadat Ilahi (2018)
-
Angelus Paus Fransiskus (21 Mei 2018)
-
Tulisan para Bapa Gereja (Ambrosius, Agustinus, Damaskus)
Ditulis oleh: Tim Redaksi Komunikasi Sosial (Komsos) Paroki Santo Agustinus Paya Kumang
Tanggal: 9 Juni 2025
0 comments:
Posting Komentar