Kasih yang Mengatasi Segala Aturan:
Misa Penutupan Bulan Rosario 2025 di Paroki Santo Agustinus Paya Kumang Menghadirkan Pesan Mendalam Tentang Makna Sabat dan Cinta yang Tulus
Ketapang, 31 Oktober 2025 .Di penghujung bulan yang penuh doa dan renungan, umat Katolik Paroki Santo Agustinus, Paya Kumang, Keuskupan Ketapang, berkumpul dalam suasana penuh syukur dan haru untuk merayakan Misa Penutupan Bulan Rosario 2025. Perayaan kudus yang diselenggarakan pada Jumat, 31 Oktober 2025, pukul 18.00 WIB ini menjadi puncak dari seluruh rangkaian doa Rosario yang selama sebulan penuh diwartakan dengan penuh iman dan devosi kepada Santa Perawan Maria.
Misa yang berlangsung di Gereja Paroki Santo Agustinus ini dipimpin oleh RP. FX. Oscar Aris Sudarmadi, CP., dan didampingi oleh RP. Vitalis Nggeal, CP. Sebagai pelengkap liturgi, Ibu Wiliana bertugas sebagai dirigen, Ibu Klaudia Sri Pawanti sebagai lektor, dan Bapak Yulius Sudarisman mengiringi dengan alunan lembut dari organ. Koor malam itu dibawakan oleh Lingkungan Keluarga Katolik Yunior (KKY) yang mempersembahkan lagu-lagu pujian penuh semangat, menambah keindahan suasana liturgi penutupan Bulan Rosario.
Doa, Devosi, dan Makna Sabat di Tengah Hidup Modern
Umat yang memenuhi bangku-bangku gereja datang dengan sukacita, sebagian bahkan membawa Rosario pribadi mereka yang sudah menemani sepanjang bulan Oktober. Sejak awal misa, atmosfer doa terasa mendalam mengingatkan setiap pribadi bahwa doa Rosario bukan hanya serangkaian kata, tetapi juga ungkapan kasih, iman, dan pengharapan yang menghubungkan manusia dengan Allah melalui perantaraan Bunda Maria.
Dalam homilinya, RP. Vitalis Nggeal, CP. mengangkat refleksi dari Injil hari itu, Lukas 14:1–6, yang berkisah tentang Yesus yang diundang makan di rumah seorang pemimpin Farisi pada hari Sabat. Di sana, Yesus menyembuhkan seorang penderita busung air, meski banyak mata mengawasi-Nya dengan penuh curiga. Melalui tindakan itu, Yesus menyingkapkan makna sejati Sabat: kasih yang membebaskan, bukan hukum yang membelenggu.
“Siapakah di antara kamu yang tidak segera menarik keluar anaknya atau lembunya kalau terperosok ke dalam sumur, meskipun pada hari Sabat?” demikian sabda Yesus yang dikutip oleh RP. Vitalis, mengajak umat untuk merenungkan bahwa kasih sejati selalu lebih utama daripada aturan yang kaku.
Kasih Lebih Utama daripada Aturan
Dalam poin pertamanya, RP. Vitalis menegaskan bahwa kasih adalah inti dari seluruh hukum Allah. “Terlalu sering kita, manusia modern, terjebak dalam legalisme. Kita menjalankan aturan, tetapi lupa maknanya,” ujarnya. “Yesus datang untuk menunjukkan bahwa kasih adalah hukum yang tertinggi. Ia menyembuhkan bukan karena ingin melanggar Sabat, tetapi karena kasih tidak mengenal hari, waktu, atau batas.”
Ia menambahkan bahwa banyak orang pada zaman sekarang juga bisa jatuh ke dalam jebakan yang sama menjalankan ibadah secara rutin, tetapi tanpa hati yang sungguh mengasihi. “Kita hadir di gereja, kita berdoa Rosario, kita bernyanyi, tetapi apakah kita melakukannya dengan kasih? Atau hanya karena kewajiban semata?” tanya RP. Vitalis dengan nada lembut namun penuh makna.
Umat terdiam dalam refleksi. Di tengah keheningan, beberapa wajah tampak menunduk, merenungkan kembali sejauh mana kasih menjadi dasar dalam kehidupan mereka.
Kasih yang Melampaui Batas
Poin kedua homili menyoroti keberanian Yesus untuk menentang pandangan sempit para ahli Taurat dan orang Farisi. “Yesus tidak takut menentang aturan jika aturan itu justru menghalangi kasih,” kata RP. Vitalis. Ia menjelaskan bahwa tindakan Yesus menyembuhkan pada hari Sabat adalah wujud nyata bahwa kasih tidak mengenal waktu. “Jika seseorang menderita, saat itulah kasih harus hadir. Kasih tidak menunggu hari yang tepat; kasih selalu siap.”
Homili tersebut menggugah hati banyak umat, terutama ketika RP. Vitalis mengajak mereka untuk tidak menunda berbuat baik. “Kadang kita berkata, ‘Nanti saja, saya sibuk.’ Tapi kasih tidak menunggu. Kesempatan untuk menolong bisa hilang kalau kita menundanya.”
Ia juga menekankan bahwa dunia modern sering kali membuat manusia sibuk dengan rutinitas, pekerjaan, dan ambisi pribadi, sehingga melupakan hal yang paling penting: menghadirkan kasih. “Menolong sesama bukanlah beban, melainkan panggilan ilahi,” tambahnya.
Sabat dan Kehidupan Kita
Dalam bagian ketiga, RP. Vitalis menyoroti makna Sabat dalam konteks kehidupan umat beriman masa kini. Sabat bukan hanya hari istirahat, melainkan kesempatan untuk kembali kepada Tuhan dan membangun relasi yang mendalam dengan-Nya. “Sabat adalah hari untuk membiarkan hati kita disegarkan oleh kasih Tuhan,” katanya. “Namun, Sabat bukan hanya diukur dari kehadiran kita di misa, tetapi juga dari kasih yang kita hidupi di rumah, di tempat kerja, dan di lingkungan masyarakat.”
Ia mengingatkan bahwa ibadah sejati tidak berhenti di altar, tetapi harus diteruskan dalam tindakan kasih di dunia nyata. “Kita bisa datang setiap minggu, tetapi jika kita tidak membawa kasih itu keluar dari gereja, kita belum sungguh beribadah,” ujarnya penuh penekanan.
RP. Vitalis kemudian menutup homilinya dengan tiga pertanyaan reflektif yang menembus hati umat:
-
Apakah saya pernah lebih sibuk memegang aturan daripada menghadirkan kasih?
-
Apakah saya mau menolong sesama tanpa menunda, meski tidak nyaman bagi saya?
-
Apakah Sabat saya sungguh menjadi hari untuk mengasihi Tuhan dan sesama?
Pertanyaan-pertanyaan itu menggema di hati umat hingga akhir misa, membawa mereka pada permenungan pribadi yang mendalam.
Makna Terdalam Hari Sabat: Antara Ketaatan dan Cinta
Sesudah homili, suasana misa semakin hening dan khidmat. Dalam penjelasan tambahan yang disampaikan oleh RP. Vitalis seusai komuni, ia kembali menyinggung perbedaan antara ketaatan yang kaku dan kasih yang hidup. “Orang Farisi sangat taat akan Sabat, tetapi mereka dimarahi dan ditegur oleh Tuhan karena tidak memahami maknanya,” ujarnya. “Mereka taat, tetapi tidak punya kasih.”
Ia menjelaskan bahwa inti Sabat bukanlah larangan bekerja, tetapi kesempatan untuk menolong dan menyegarkan kasih kepada sesama. “Tuhan Yesus berkata, siapa yang tidak akan menarik dombanya yang terperosok? Artinya, kasih tidak boleh berhenti hanya karena aturan.”
RP. Vitalis juga menambahkan, “Pada hari Minggu, kita tidak hanya berlutut dan berdoa, tetapi harus melakukannya dengan hati yang tulus. Tuhan tidak menilai seberapa sering kita datang ke gereja, melainkan seberapa dalam kasih kita kepada-Nya dan sesama.”
Yesus: Tuhan atas Hari Sabat
Dalam poin berikutnya, RP. Vitalis menegaskan bahwa Yesus adalah Tuhan atas hari Sabat. “Yesus tidak melanggar Sabat, Ia justru memurnikan maknanya. Ia mengingatkan kita bahwa Sabat adalah untuk manusia, bukan manusia untuk Sabat,” jelasnya.
Ia mengajak umat untuk mengingat bahwa setiap minggu adalah kesempatan untuk beristirahat bersama Tuhan, merenungkan kasih-Nya, dan memperbarui diri dalam iman. “Kita tidak dinilai dari seberapa ketat kita menaati aturan, tetapi seberapa jauh kita berjalan sesuai kehendak Tuhan,” katanya.
Belajar dari Bunda Maria: Kasih, Doa, dan Ketulusan
Misa penutupan Bulan Rosario tentu tidak bisa dilepaskan dari sosok Bunda Maria, yang menjadi pusat devosi sepanjang bulan Oktober. RP. Vitalis mengajak umat untuk meneladani Maria dalam kesetiaannya kepada Tuhan. “Bunda Maria tidak hanya berkata ‘ya’ dengan bibir, tetapi dengan seluruh hidupnya. Ia mengajarkan kita untuk mengasihi tanpa batas, berdoa tanpa lelah, dan percaya tanpa ragu.”
Beliau mengingatkan bahwa doa Rosario bukan sekadar kebiasaan, melainkan sarana yang menghubungkan hati manusia dengan kasih Allah. “Setiap butir Rosario yang kita doakan adalah helai benang yang menenun hubungan kasih antara kita dengan Bunda Maria dan Yesus Putranya,” ungkap RP. Vitalis.
Ia menutup dengan ajakan yang menyentuh: “Marilah terus berdoa Rosario dengan hati yang tulus. Biarlah doa itu menuntun kita semakin dekat kepada Kristus melalui Bunda Maria. Amin.”
Suasana Doa dan Kekhidmatan Umat
Setelah homili dan doa umat, misa dilanjutkan dengan liturgi Ekaristi. Umat tampak begitu khusyuk. Saat komuni dibagikan, alunan lagu “Ave Maria” berkumandang lembut, dinyanyikan penuh perasaan oleh Koor Lingkungan KKY dengan iringan organ Bapak Yulius Sudarisman. Suasana menjadi semakin syahdu, beberapa umat terlihat menitikkan air mata, tersentuh oleh kedalaman makna kasih dan pengorbanan dalam perayaan malam itu.
Sebelum berkat penutup, RP. FX. Oscar Aris Sudarmadi, CP. menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh umat yang telah berpartisipasi selama Bulan Rosario, dari awal hingga puncak penutupan malam ini. Ia juga memberikan berkat khusus bagi seluruh keluarga agar tetap setia dalam doa, kasih, dan pelayanan.
Refleksi Akhir: Dari Rosario Menuju Hidup yang Berbelas Kasih
Perayaan ini bukan sekadar akhir dari rangkaian doa Rosario, melainkan panggilan untuk membawa semangat kasih itu ke dalam kehidupan sehari-hari. Bulan Rosario telah mengajarkan umat tentang ketekunan doa, tetapi juga tentang pentingnya menghadirkan kasih di dunia yang haus akan cinta sejati.
Kasih yang dibicarakan Yesus dalam Injil Lukas 14:1–6 bukanlah kasih yang pasif, melainkan kasih yang aktif, berani, dan konkret. Kasih yang tidak menunda berbuat baik, kasih yang tidak membeda-bedakan, dan kasih yang melampaui batas aturan.
Sebagaimana disampaikan oleh RP. Vitalis dalam homilinya, “Kasih sejati selalu bertindak. Ia tidak menunggu waktu yang tepat, karena waktu yang tepat untuk mengasihi adalah sekarang.”
Bulan Rosario 2025 di Paroki Santo Agustinus Paya Kumang pun ditutup dengan pesan yang sederhana namun mendalam: kasih adalah hukum tertinggi, dan doa adalah napas kasih itu sendiri. Dengan hati yang dikuatkan oleh sabda dan doa, umat dipanggil untuk menjadi saksi kasih Tuhan di tengah dunia membawa terang Bunda Maria dan kasih Kristus ke dalam setiap langkah kehidupan.
📍Paroki Santo Agustinus Paya Kumang
🕊️ Gembala Umat, Pelita Iman, Sahabat Jiwa
Ditulis oleh: Tim Redaksi Komunikasi Sosial (Komsos) Paroki Santo Agustinus Paya Kumang
Tanggal: 31 Oktober 2025
0 comments:
Posting Komentar