**Santo Gabriel Possenti dari Bunda Maria yang Berdukacita: Teladan Kesucian dan Pengorbanan Hidup**

                                                             Foto Santo Gabriel Possenti

Ketapang, 28 Februari 2025.Setiap tanggal 27 Februari, umat Katolik di seluruh dunia memperingati wafatnya Santo Gabriel dari Bunda Maria yang Berdukacita. Nama aslinya adalah Gabriel Possenti, yang lahir sebagai Francesco Possenti pada 1 Maret 1838 di Assisi, Italia. Ia adalah seorang biarawan dari Kongregasi Passionis yang menunjukkan keteladanan luar biasa dalam kehidupan spiritualnya, terutama dalam devosi kepada Bunda Maria. Meskipun hidupnya singkat, hanya mencapai usia 23 tahun, kisah hidupnya yang penuh perjuangan dan pengorbanan menjadi inspirasi bagi banyak orang.

Masa Kecil dan Perjalanan Hidup

Francesco Possenti lahir dalam keluarga terpandang. Ayahnya, Sante Possenti, bekerja sebagai pejabat pemerintahan, sementara ibunya, Agnes, adalah seorang ibu rumah tangga yang penuh kasih. Ia merupakan anak kesebelas dari tiga belas bersaudara. Sejak kecil, Francesco dikenal sebagai anak yang aktif, cerdas, dan sangat disayangi oleh keluarganya. Namun, kehidupannya tidak terlepas dari berbagai cobaan. Saat Francesco masih kecil, keluarganya mengalami serangkaian kehilangan: adiknya yang masih bayi, Rosa, meninggal pada 1841, disusul oleh Adele yang berusia tujuh tahun pada 1842, dan ibunya, Agnes, juga wafat pada tahun yang sama.

Setelah kematian ibunya, Francesco dibesarkan oleh kakaknya, Mary Louisa. Ia menerima pendidikan awal dari para Bruder Kristen, kemudian melanjutkan ke sekolah yang dikelola oleh para Jesuit. Francesco adalah siswa yang cerdas, unggul dalam pelajaran, terutama dalam bahasa Latin. Namun, seperti anak muda pada umumnya, ia juga menikmati kehidupan sosial. Ia terkenal di kalangan teman-temannya sebagai pria yang tampan, penuh gaya, dan selalu tampil menarik dalam berbagai acara sosial di Spoleto. Karena kegemarannya menghadiri pesta dansa, ia mendapatkan julukan "si Penari." Ia juga memiliki beberapa hubungan romantis, salah satunya dengan seorang gadis bernama Maria Panachetti, yang konon sangat mencintainya.

Namun, di balik kehidupan sosialnya yang tampak gemerlap, Francesco mengalami berbagai pergolakan batin. Beberapa kali ia mengalami kejadian yang hampir merenggut nyawanya, seperti sakit parah dan selamat dari peluru nyasar saat berburu. Dalam situasi-situasi tersebut, ia sering berjanji akan menyerahkan hidupnya kepada Tuhan jika diberi kesempatan hidup. Namun, janji itu berulang kali terlupakan begitu ia sembuh.

Panggilan Hidup Religius

Titik balik hidup Francesco terjadi pada tahun 1856 saat ia menghadiri prosesi ikon kuno Perawan Maria di Katedral Spoleto. Saat gambar Bunda Maria melewati tempatnya berdiri, ia merasakan suara batin yang bertanya, "Mengapa engkau masih tinggal di dunia?" Suara itu begitu kuat hingga ia memutuskan untuk benar-benar meninggalkan kehidupan duniawi dan mengabdikan diri kepada Tuhan. Keinginannya untuk menjadi biarawan sempat ditentang oleh ayahnya, yang menganggap keputusan tersebut sebagai sesuatu yang emosional dan terburu-buru. Namun, setelah berbagai upaya meyakinkan, akhirnya sang ayah merestuinya.

Ditemani saudaranya yang seorang imam Dominikan, Francesco berangkat ke novisiat Kongregasi Passionis di Morrovalle. Pada 19 September 1856, ia diterima secara resmi sebagai anggota kongregasi tersebut dan menerima nama baru: Gabriel dari Bunda Maria yang Berdukacita. Nama ini mencerminkan devosinya yang mendalam kepada Bunda Maria.

Sebagai seorang biarawan, Gabriel menunjukkan disiplin yang luar biasa dalam menjalankan kehidupan religius. Ia menjalani hidup dengan penuh pengorbanan, meninggalkan semua kemewahan duniawi, dan fokus pada doa serta pelayanan. Ia dikenal sebagai pribadi yang rendah hati, penuh kasih, dan sangat taat dalam mengikuti aturan Kongregasi Passionis.

Perjalanan Menuju Kesucian dan Wafatnya

Pada tahun 1858, Gabriel dan rekan-rekannya pindah ke Pietvetorina untuk melanjutkan studi mereka. Setahun kemudian, karena situasi politik yang tidak stabil, mereka dipindahkan lagi ke Isola del Gran Sasso di Provinsi Teramo. Di sana, Gabriel semakin mendalami kehidupan spiritualnya. Namun, di tengah perjalanan spiritualnya yang semakin matang, ia mulai menunjukkan gejala penyakit tuberkulosis.

Alih-alih merasa takut, Gabriel justru bersukacita dengan penyakitnya. Ia menganggapnya sebagai kesempatan untuk lebih mempersiapkan diri menghadapi kematian dan bertemu dengan Tuhan. Ia berdoa agar diberi waktu yang cukup untuk memperdalam iman dan bersiap menghadapi akhir hidupnya dengan penuh kesucian. Dalam penderitaannya, ia tetap menjaga semangat, senyum, dan semangat doa yang kuat, sehingga menjadi inspirasi bagi rekan-rekan seimannya.

Pada dini hari tanggal 27 Februari 1862, Gabriel meninggal dunia dalam damai di usia 23 tahun. Ia wafat sambil memegang gambar Bunda Maria yang Berdukacita, dengan wajah tersenyum dan penuh ketenangan. Para saksi mata melaporkan bahwa saat napas terakhirnya, ia bangkit dari tempat tidurnya dengan ekspresi wajah yang bercahaya, seolah melihat sosok Bunda Maria yang datang menjemputnya.

Warisan dan Kanonisasi

Setelah kematiannya, kisah hidup Gabriel menyebar luas dan menginspirasi banyak orang. Ia dikenal sebagai teladan kaum muda dalam menjalani kehidupan dengan penuh iman dan pengorbanan. Kesaksian hidupnya yang penuh ketaatan membuatnya dibeatifikasi oleh Paus Pius X pada tahun 1908 dan dikanonisasi sebagai santo oleh Paus Benediktus XV pada tahun 1920.

Hari peringatannya pada 27 Februari menjadi momen bagi umat Katolik untuk merenungkan hidupnya yang penuh devosi dan pengorbanan. Santo Gabriel dari Bunda Maria yang Berdukacita mengajarkan bahwa kesucian bukan hanya dapat dicapai oleh orang-orang yang menjalani kehidupan luar biasa, tetapi juga oleh mereka yang setia dalam menjalankan panggilan hidupnya dengan sepenuh hati.

Sebagai seorang santo pelindung kaum muda, ia menginspirasi banyak generasi untuk hidup dalam iman yang teguh dan mempercayakan diri sepenuhnya kepada Tuhan dan Bunda Maria. Kisah hidupnya menjadi bukti bahwa kesucian sejati terletak dalam ketaatan, kerendahan hati, dan kasih yang mendalam kepada Tuhan serta sesama.

Penulis: Tim Komsos Paroki Santo Agustinus Paya Kumang

Tanggal: 28 Februari 2025

About Gr.SAPRIYUN,S.ST.Pi

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 comments:

Posting Komentar