Menulis dengan Hati: Sebuah Renungan dari Frater Alexander Fransesco Agnes Ranubaya, S.Kom

 

 Foto Frater .Alexander Fransesco Agnes Ranubaya, S.Kom

   Menulis dengan Hati: Sebuah Renungan dari

Frater Alexander Fransesco Agnes Ranubaya, S.Kom

Ketapang 21 Mei 2025.Dalam pusaran zaman yang semakin menuntut kecepatan dan hasil instan, nilai-nilai reflektif dan kontemplatif sering kali terpinggirkan. Segala hal ditakar berdasarkan seberapa cepat diselesaikan, seberapa besar dampaknya, dan seberapa banyak respon yang ditimbulkan. Dalam dunia seperti ini, muncul sebuah renungan yang sederhana namun sangat dalam dari seorang frater muda asal Keuskupan Ketapang, yaitu Frater Alexander Fransesco Agnes Ranubaya, S.Kom.

         Tangkapan layar status WhatsApp Fr. Alexander Fransesco Agnes Ranubaya, S.Kom

Melalui sebuah unggahan status WhatsApp pada hari Rabu, 21 Mei 2025, Frater Fransesco membagikan pemikiran personalnya tentang aktivitas yang tampak biasa, namun sarat makna: menulis.

“Menulis bukanlah soal kepintaran. Menulis adalah sebagian kemampuan yang dimiliki setiap orang. Untuk mampu menulis, orang harus mampu mengasah hatinya.”

Pernyataan tersebut terdengar sederhana, tetapi menyimpan filosofi mendalam tentang esensi sejati dari proses menulis. Dalam pandangan Frater Fransesco, menulis bukanlah aktivitas eksklusif yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang bergelar tinggi atau memiliki kecakapan linguistik mumpuni. Menulis adalah ekspresi batin yang sejatinya bisa dilakukan oleh siapa pun, asalkan ia bersedia untuk mendengarkan dan mengasah hatinya.

Pernyataan ini menantang asumsi umum yang sering berkembang di masyarakat bahwa menulis adalah pekerjaan ‘orang pintar’. Padahal, banyak orang dengan latar belakang sederhana yang mampu menulis dengan sangat menyentuh karena tulisannya lahir dari pengalaman hidup dan kepekaan hati. Sebaliknya, tidak sedikit orang dengan latar pendidikan tinggi yang justru kesulitan menulis karena terjebak dalam tekanan teknis dan perfeksionisme tanpa kehadiran hati.

Frater Fransesco kemudian melanjutkan:

“Semua hal yang dikerjakan dengan cinta akan menghasilkan. Entah itu menulis, berenang, bernyanyi bahkan duduk diam dan berdoa juga memerlukan hati untuk mengerjakannya.”

Kalimat ini adalah inti dari spiritualitas kerja yang begitu relevan dalam kehidupan modern. Ia menekankan bahwa segala sesuatu yang dilakukan dengan cinta dan ketulusan akan berbuah, bahkan jika tidak terlihat oleh mata atau tidak mendapat tepuk tangan. Baik itu dalam menulis, menyanyi, olahraga, hingga doa dalam kesunyian, semuanya menuntut kehadiran hati.

Pesan ini tidak hanya relevan bagi para penulis, tetapi juga bagi para pendidik, pelayan masyarakat, seniman, rohaniwan, pelajar, ibu rumah tangga, bahkan siapa pun yang ingin menjalani hidup dengan lebih bermakna. Menurut Frater Fransesco, kehadiran hati adalah kunci. Tanpa hati, segala aktivitas menjadi mekanis. Dengan hati, segala tindakan menjadi persembahan.

Sebagai seorang frater Diosesan yang juga memiliki latar belakang akademik sebagai Sarjana Komputer (S.Kom.), Frater Alexander Fransesco Agnes Ranubaya merupakan contoh nyata dari sosok yang menjembatani dua dunia dunia nalar dan dunia batin. Ia tidak hanya fasih dalam teknologi dan sistem informasi, tetapi juga mengasah kepekaan rohani dan kedalaman refleksi. Sebuah kombinasi yang langka, dan justru karena itulah, setiap pemikirannya memiliki bobot yang layak direnungkan bersama.

Dalam konteks Gereja dan pendidikan, refleksi ini menjadi sangat relevan. Banyak guru, katekis, pembina OMK, bahkan aktivis sosial gereja yang merasa rendah diri atau takut menulis karena menganggap dirinya ‘tidak cukup pintar’. Padahal, seperti ditegaskan oleh Frater Fransesco, kemampuan menulis bisa dilatih dan tumbuh jika seseorang mau membuka hatinya, mendengarkan suara hatinya, dan tidak malu menuliskan pengalaman atau pemikirannya secara jujur.

Menulis dengan hati bukan soal menghasilkan karya sastra yang hebat, bukan pula soal membuat opini yang viral. Menulis dengan hati adalah tindakan merawat jiwa, merefleksikan kehidupan, dan menjadi sahabat bagi diri sendiri. Banyak orang telah diselamatkan dari kegelisahan dan keputusasaan karena menulis. Banyak pula yang menemukan panggilan hidupnya melalui jurnal pribadi, puisi sederhana, atau catatan harian yang tidak pernah dipublikasikan.

Bahkan dalam tradisi spiritualitas Kristiani, menulis telah menjadi salah satu sarana penting untuk bertumbuh dalam iman. Kitab Suci adalah contoh tertinggi dari tulisan yang lahir dari relasi yang dalam dengan Allah. Para santo-santa, para Bapa Gereja, hingga rohaniwan masa kini, banyak yang meninggalkan jejak tulisan yang lahir dari kontemplasi dan cinta akan Tuhan serta sesama.

Refleksi Frater Fransesco juga menjadi kritik lembut terhadap budaya instan yang kian mengikis makna dari proses. Dalam dunia yang mengejar likes dan share, menulis dengan hati mengingatkan kita untuk kembali kepada nilai: bahwa proses lebih penting dari sekadar hasil, bahwa ketulusan lebih penting dari popularitas.

Akhirnya, melalui unggahan sederhana di status WhatsApp, Frater Alexander Fransesco Agnes Ranubaya telah mewartakan Injil dalam bentuk yang kontemporer. Ia mengajak kita semua untuk tidak takut menulis. Ia mendorong kita untuk hadir sepenuhnya dalam setiap karya, sekecil apa pun itu. Dan yang paling penting, ia mengingatkan bahwa dalam setiap tulisan yang lahir dari hati di sanalah Tuhan pun ikut berkarya.


Ketapang, 21 Mei 2025. Pukul 22.00 WIB
Dokumentasi: Tangkapan layar status WhatsApp Fr. Alexander Fransesco Agnes Ranubaya, S.Kom.

Penulis:Tim Komsos Paroki Santo Agustinus Paya Kumang

Tanggal:  21  Mei 2025

About Gr.SAPRIYUN,S.ST.Pi

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 comments:

Posting Komentar