Refleksi Prodiakon: Menjadi Saluran Pengharapan bagi Umat


Foto Bapak.Daduanto

Refleksi Prodiakon: Menjadi Saluran Pengharapan bagi Umat

Ketapang, 30 Mei 2025.Dalam semangat pelayanan dan pertumbuhan iman, Prodiakon Paroki Santo Agustinus Paya Kumang, Keuskupan Ketapang, kembali menggelar pertemuan rutin pada Minggu, 25 Mei 2025 lalu. Dipimpin oleh Pastor Kepala Paroki ex officio, RP. Vitalis Nggeal, CP, pertemuan tersebut tidak sekadar menjadi ajang koordinasi pelayanan, tetapi juga menjadi ruang permenungan rohani yang mendalam.

Dalam suasana akrab dan penuh kekeluargaan, RP. Vitalis mengajukan dua pertanyaan reflektif yang menggugah hati para prodiakon:

  1. Apa arti harapan bagi saya sebagai prodiakon?

  2. Bagaimana saya dapat menjadi saluran pengharapan bagi umat?

Pertanyaan ini bukanlah formalitas, melainkan sebuah ajakan untuk kembali ke akar panggilan sebagai pelayan umat. Daduanto, salah seorang prodiakon yang telah setia melayani di Paroki St. Agustinus, mencoba menjawabnya secara pribadi dan mendalam dalam sebuah refleksi spiritual yang ditulisnya pada 30 Mei 2025.

Kesederhanaan yang Sarat Makna

“Sewaktu hendak menjadi prodiakon, keinginanku sederhana saja,” tulis Daduanto. “Membantu pastor paroki dalam pelayanan sakramen, peribadatan, dan pewartaan, serta mengantarkan Yesus kepada umat yang sakit atau lanjut usia.” Namun seiring waktu, Daduanto menyadari bahwa kesederhanaan tersebut ternyata mengandung kompleksitas pelayanan yang tidak bisa dianggap remeh.

Baginya, menjadi prodiakon bukan hanya tentang menjalankan tugas-tugas lahiriah gereja, tetapi juga menata hidup batin agar pantas menjadi perpanjangan tangan Allah di tengah umat. Harapan, dalam konteks ini, bukan hanya pengharapan akan keselamatan, tetapi juga menjadi energi rohani yang menopang kesetiaan dalam pelayanan sehari-hari.

Menjadi Prodiakon: Sebuah Perjalanan Transformasi

Daduanto memaknai peran prodiakon sebagai sebuah proses transformasi hidup yang berkelanjutan. Ia menuliskan bahwa menjadi prodiakon berarti harus menata diri, mengakui kelemahan dan dosa pribadi, namun tetap melayani dengan semangat belas kasih dan pertolongan Tuhan.

Komitmen menjadi kata kunci. Seorang prodiakon harus mampu menepati janji dan jadwal, agar tidak mengecewakan umat yang mengharapkan kehadiran nyata Kristus melalui pelayanan mereka. Dalam tugas pelayanan, tak jarang ia harus berkorban, mengesampingkan keinginan pribadi demi kebutuhan sesama.

Kerelaan dan keterbukaan hati menjadi landasan berikutnya. Seorang prodiakon harus mampu memberikan bantuan kepada sesama, dengan sikap rendah hati dan berserah. Daduanto mengajak kita menyadari bahwa di hadapan Allah, kita sebenarnya tidak memiliki apa-apa. Namun justru dalam kekosongan itu, Allah hadir dan memenuhi hidup kita dengan rahmat-Nya, sehingga kita dapat memandang segala sesuatu dari mata Allah dan menemukan kehadiran-Nya dalam setiap aspek kehidupan.

Pengharapan yang Mengakar pada Kasih

Refleksi ini membawa kita pada pemahaman mendalam bahwa menjadi prodiakon tidaklah terpisah dari semangat belas kasihan. Seperti diungkapkan Daduanto, “Berbicaralah dan bertindaklah sebagai orang yang akan dihakimi oleh hukum yang membebaskan.” Ia menekankan pentingnya mendengarkan umat, menyelami pengalaman mereka, dan hadir sebagai sahabat iman yang menguatkan, bukan menghakimi.

Ia menutup refleksinya dengan pernyataan kuat: Menjadi prodiakon berarti berani mengalami perubahan hidup. Seperti roti dan anggur yang diubah menjadi tubuh dan darah Kristus dalam Ekaristi, prodiakon juga dipanggil untuk menjadi wujud kasih yang nyata dan dibagikan kepada sesama.

Menjadi Saluran Harapan: Jawaban atas Panggilan Ilahi

Menjadi prodiakon bukan sekadar status atau tugas liturgis. Bagi Daduanto, ini adalah keberanian untuk menanggapi panggilan Allah. Ia mengakui bahwa jalan ini tidak mudah. Yesus sendiri berkata: “Aku ingin kau sempurna seperti Bapa di surga.” Namun, janji penyertaan-Nya memberi kekuatan: “Aku akan menyertaimu sampai akhir zaman.”

Refleksi Daduanto menjadi cermin bagi setiap pelayan gereja. Harapan bukan hanya untuk dipegang, tetapi untuk dibagikan. Dalam kesetiaan, ketulusan, dan keberanian menghadirkan kasih Allah, para prodiakon dipanggil untuk menjadi terang kecil yang menyinari jalan umat di tengah dunia yang sering kali gelap oleh keputusasaan.

Semoga refleksi ini tidak hanya menjadi renungan pribadi, tetapi juga inspirasi kolektif bagi seluruh pelayan Tuhan, untuk terus menjadi saluran pengharapan yang hidup dan nyata di tengah umat-Nya. 

Tim Komunikasi Sosial (Komsos)
Penulis : Tim Komsos Paroki Santo Agustinus Paya Kumang – Ketapang

Tanggal: 30 Mei 2025 

About Gr.SAPRIYUN,S.ST.Pi

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 comments:

Posting Komentar