Suara Hati Seorang Pelayan Gereja: Refleksi Rohani dan Keteguhan Perempuan dari Seorang Sekretaris DPP Paroki St. Agustinus
Ketapang 27 Mei 2025..Dalam suasana malam yang hening, sebuah unggahan singkat namun menggugah dari salah satu sosok perempuan tangguh di Paroki Santo Agustinus Paya Kumang, Keuskupan Ketapang, menyita perhatian dan menjadi bahan perenungan mendalam bagi banyak kalangan. Ibu Elisabet Susana, seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerja sebagai tenaga administrasi di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang, sekaligus pelayan umat sebagai Prodiakon dan Sekretaris I pada Dewan Pastoral Paroki (DPP) periode 2024–2027, menyampaikan pesan bernas melalui status WhatsApp miliknya pada Senin malam, 26 Mei 2025, pukul 22.40 WIB.
Isi status tersebut sederhana, tetapi sarat makna dan menunjukkan karakter kuat dari seorang perempuan Katolik yang hidup di tengah dinamika dunia kerja dan pelayanan gerejawi:
"Jangan pernah capek kerja atau berhenti bekerja yaa... Karena dunia ngga ramah sama perempuan yang ngga punya power finansial, kita harus bisa berdiri di kaki sendiri, itu bukan pilihan tapi keharusan."
Unggahan ini tidak hanya merepresentasikan semangat kemandirian, tetapi juga merupakan wujud nyata refleksi sosial dan spiritual seorang perempuan yang selama ini dikenal rendah hati dalam pelayanan, namun kuat dan konsisten dalam prinsip hidupnya.
Sosok Elisabet Susana: Di Balik Pelayanan dan Pengabdian
Ibu Elisabet Susana bukan nama yang asing di lingkungan umat Katolik Ketapang, khususnya di Paroki Santo Agustinus Paya Kumang. Sebagai Prodiakon, ia terlibat aktif dalam pelayanan liturgi, pembinaan umat, dan penguatan komunitas basis gerejawi. Dalam perannya sebagai Sekretaris I DPP, ia dikenal cermat, teliti, dan komunikatif, menjadi penghubung efektif antara para pengurus dan umat paroki.
Di luar pelayanan gerejawi, ia mengemban tanggung jawab sebagai tenaga administrasi di rumah sakit daerah terbesar di Kabupaten Ketapang, yakni RSUD dr. Agoesdjam. Dengan beban kerja yang tidak ringan, ia tetap setia menjalani panggilan pelayanannya di tengah kesibukan pekerjaan harian. Kombinasi antara dedikasi profesional dan komitmen rohani menjadikan sosoknya inspiratif bagi banyak kalangan, terutama kaum perempuan Katolik.
Resonansi Pesan: Kemandirian Finansial dan Spiritualitas
Pesan yang diunggahnya bukan sekadar himbauan biasa. Dalam kalimat tersebut, tersirat kekhawatiran sekaligus ajakan nyata agar perempuan memiliki kesadaran akan pentingnya kemandirian finansial, yang bukan hanya sebagai alat untuk bertahan hidup, tetapi juga sebagai bentuk perlindungan diri di tengah tantangan zaman.
Ia menyampaikan bahwa dunia tidak selalu ramah terhadap perempuan yang tidak berdaya secara ekonomi. Dalam konteks yang lebih luas, pesan ini menjadi suara hati dari banyak perempuan yang mengalami ketimpangan peran dan tanggung jawab dalam kehidupan sosial. Namun, Elisabet tidak menyampaikan keluhan — ia justru mengajak perempuan lain untuk terus bekerja, berkarya, dan tidak menyerah.
Lebih dalam lagi, kata-kata tersebut juga menunjukkan nilai rohani yang kuat. Dalam Kitab Suci, kita mengenal figur-figur perempuan seperti Rut, Maria Magdalena, dan Maria ibu Yesus yang hidup dengan daya juang dan spiritualitas yang mendalam. Ungkapan Elisabet seakan menjadi lanjutan dari kisah-kisah iman itu dalam konteks dunia modern.
Penutup: Menyalakan Terang di Tengah Dunia
Unggahan WhatsApp dari Elisabet Susana pada malam 26 Mei itu tidaklah panjang, namun menjadi lentera kecil yang menyinari banyak hati. Di tengah kebisingan dunia digital yang penuh informasi dangkal dan sensasional, muncul secercah refleksi jujur dari pelayan gereja yang membumi, menyuarakan harapan dan kebenaran yang sering tak terucap.
Ketapang patut berbangga memiliki sosok seperti Ibu Elisabet Susana seorang pelayan yang tidak hanya melayani altar, tetapi juga menyampaikan sabda kehidupan lewat kata-kata, tindakan, dan teladan hidup.
Semoga semakin banyak perempuan Katolik dan umat secara umum yang terinspirasi untuk hidup dalam semangat kerja, kemandirian, dan pelayanan, sebagaimana ditunjukkan oleh Elisabet Susana: berdiri tegak bukan karena dunia memudahkan, tetapi karena iman dan perjuangan menjadikan semuanya mungkin.
Penulis:Tim Komsos Paroki Santo Agustinus Paya Kumang
Tanggal: 27 Mei 2025


0 comments:
Posting Komentar