Dalam Hening, Iman Berbisik: Sebuah Sapaan Pagi dari Prodiakon Ignasius Rinso Tigor, S.S
Ketapang, 14 Juni 2025.Dalam keheningan pagi, saat dunia belum sepenuhnya terjaga dari tidur malamnya, sebuah sapaan rohani sederhana hadir menyapa jiwa. Tepat pukul 05.27 WIB, Bapak Ignasius Rinso Tigor, S.S., seorang Prodiakon di Paroki Santo Agustinus Paya Kumang, Keuskupan Ketapang, mengunggah status WhatsApp yang tampak singkat namun menyimpan kedalaman spiritual yang menyentuh hati.
Isi pesannya berbunyi:
"Kusimpuhkan kaki ini, dan kukatupkan tangan erat-erat merundukkan tubuh sedalam-dalamnya, namun kebesaran Tuhan, sedemikian penuh rahasia, tak mampu akal budi mengurainya, selain iman."
Kalimat yang ditulis dalam keheningan subuh itu, walau tidak memancing banyak tanggapan, justru menjadi kekuatan yang tersembunyi: sebuah refleksi iman yang tidak membutuhkan tepuk tangan atau balasan. Ia hanya perlu hadir diam, namun menyapa dan membiarkan Roh Kudus bekerja dalam hati mereka yang membaca.
Sikap Tubuh sebagai Ungkapan Iman
Kalimat “kusimpuhkan kaki ini, dan kukatupkan tangan erat-erat” menyiratkan sikap tubuh seorang pendoa yang berserah penuh. Ini bukan sekadar gerakan jasmani, melainkan ekspresi rohani: bahwa tubuh pun ikut bersujud dalam menyembah Sang Pencipta. Gereja Katolik telah lama mengajarkan bahwa tubuh dan jiwa tidak terpisahkan dalam ibadah, dan Prodiakon Ignasius Rinso Tigor menegaskan hal itu melalui narasi kontemplatifnya.
Misteri Iman di Hadapan Akal
Dalam lanjutan pesannya, tersirat pengakuan yang jujur dan rendah hati: “kebesaran Tuhan, sedemikian penuh rahasia, tak mampu akal budi mengurainya, selain iman.” Ini adalah pengakuan iman yang selaras dengan spiritualitas Katolik bahwa Tuhan adalah Misteri Ilahi yang tidak sepenuhnya bisa ditangkap oleh logika manusia. Namun justru dalam keterbatasan itulah, iman menemukan tempatnya. Sebab, sebagaimana yang dikatakan Santo Anselmus, "Credo ut intelligam", aku percaya agar dapat mengerti.
Hening yang Menggugah
Tidak ada tanggapan. Tidak ada komentar. Namun dalam kesunyian digital itu, pesan tersebut menjadi semacam lectio divina mini bagi siapa pun yang merenunginya. Di tengah arus media sosial yang ramai dan sering kali kosong makna, status ini menjadi oase mengingatkan kita bahwa terkadang Tuhan tidak datang dalam badai atau gemuruh, tetapi dalam suara yang lembut (lih. 1 Raj 19:12).
Bagi umat Katolik, pesan ini bukan hanya sekadar status, melainkan undangan untuk masuk ke dalam ruang batin dan bertemu dengan Allah dalam doa yang hening. Pesan ini adalah pengingat bahwa iman bukan soal banyaknya kata, tetapi kedalaman makna dalam keheningan hati.
Semoga semakin banyak umat berani membagikan pesan-pesan rohani, meski tanpa tepuk tangan, meski tanpa balasan. Sebab benih yang ditabur dalam iman, selalu akan tumbuh dalam waktu Tuhan.
Ditulis oleh: Tim Redaksi Komunikasi Sosial (Komsos) Paroki Santo Agustinus Paya Kumang
Tanggal: 14 Juni 2025
0 comments:
Posting Komentar