Pesan Rohani Sederhana yang Menggugah Iman Katolik: Saat Malam Memeluk Keheningan, Sebuah Pertanyaan Iman Terdengar
Ketapang, 31 Mei 2025.Dalam keheningan malam yang menyelimuti bumi Ketapang, ketika sebagian besar umat terlelap dalam istirahat, sebuah pesan rohani hadir bagai bisikan lembut Roh Kudus yang mengetuk pintu hati. Tepat pukul 01.03 WIB, seorang Prodiakon yang dikenal rendah hati dan tekun dalam pelayanan, Bapak Ignasius Rinso Tigor, S.S., membagikan sebuah status WhatsApp yang tampak sederhana, namun menyimpan daya renung dan kedalaman iman yang luar biasa.
Isi pesannya berbunyi:
“Tantangan iman terbesar kita bukan harta, kekayaan, kemewahan, atau yang berasal dari si jahat, melainkan: percayakah engkau bahwa yang diangkat dan ditinggikan imam pada saat konsekrasi adalah TUBUH dan DARAH KRISTUS?”N
Status WhatsApp Bapak. Ignasius Rinso Tigor,S.S
Sekilas, pesan ini terasa sebagai pengingat klasik dalam ajaran Gereja Katolik. Namun ketika direnungkan lebih dalam, ia justru mengetuk salah satu inti terdalam dalam spiritualitas Katolik: iman akan kehadiran nyata Kristus dalam Ekaristi.
Pertanyaan itu tidak hadir sebagai tudingan, melainkan sebagai cermin bagi setiap orang beriman. Ia mengundang kita untuk masuk dalam refleksi personal: sudahkah kita benar-benar percaya dengan seluruh keberadaan kita, bahwa dalam roti dan anggur yang dikonsekrasi, hadir secara nyata Yesus Kristus—Allah yang hidup?
Di Balik Ungkapan Sederhana, Ada Teologi Ekaristi yang Dalam
Gereja Katolik mengajarkan dengan tegas dan penuh kasih bahwa dalam setiap Perayaan Ekaristi, saat imam mengucapkan doa konsekrasi, roti dan anggur benar-benar berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus, meskipun rupa lahiriahnya tetap sama. Inilah yang disebut Transubstansiasi, misteri ilahi yang hanya dapat dijangkau oleh mata iman, bukan sekadar logika duniawi.
Prodiakon Ignasius Rinso Tigor, melalui kalimat pendek ini, seolah menggugah kita kembali kepada iman yang mendasar, namun kerap terlupakan dalam rutinitas liturgi. Bukankah terlalu sering kita hadir di misa hanya sebagai kewajiban, tanpa benar-benar menyadari keajaiban surgawi yang sedang terjadi di hadapan kita?
Menghidupi Iman, Bukan Sekadar Mengetahui
Tantangan terbesar dalam hidup beriman bukanlah kurangnya pengetahuan, melainkan kesediaan untuk sungguh-sungguh mempercayai dan menghidupi kebenaran iman. Pesan Prodiakon Ignasius tidak sedang mengajarkan hal baru, namun menghidupkan kembali kesadaran iman umat akan misteri yang setiap pekan, bahkan setiap hari, hadir dalam altar kudus.
Pertanyaan yang ia lontarkan adalah undangan untuk masuk lebih dalam dalam hidup Ekaristis. Sebab iman Katolik bukanlah sekadar soal "tahu" atau "mengerti," melainkan percaya dan menyembah. Ketika imam mengangkat Hosti Kudus dan Piala, saat itu juga surga bersatu dengan bumi. Kristus hadir. Bukan simbol. Bukan perwakilan. Tapi sungguh-sungguh Dia.
Penutup: Menjadi Umat Ekaristis Sejati
Dalam dunia yang terus diguncang keraguan, relativisme, dan kemewahan yang meninabobokan jiwa, pesan ini datang sebagai cahaya kecil yang mengarahkan kita kembali pada inti iman. Ekaristi adalah sumber dan puncak seluruh hidup Kristiani (Lumen Gentium 11). Dan melalui refleksi singkat ini, Prodiakon Ignasius mengajak kita untuk tidak menjadikan Ekaristi hanya sebagai ritual, tetapi sebagai hidup itu sendiri.
Kiranya pesan ini tidak hanya berhenti sebagai kutipan, melainkan menjadi pemantik untuk menyalakan kembali cinta kita pada Yesus dalam Ekaristi Mahakudus. Sebab tantangan iman kita yang sesungguhnya bukan terletak di luar, tetapi di dalam hati yang belum sepenuhnya percaya.
“Inilah Tubuh-Ku, inilah Darah-Ku”apakah engkau percaya?”
Tanggal: 31 Mei 2025
0 comments:
Posting Komentar