BELAS KASIH DAN CINTA KASIH TUHAN MENJADI JALAN MENUJU KEHIDUPAN KEKAL

N

Foto  RP. FX. Oscar Aris Sudarmadi, CP

BELAS KASIH DAN CINTA KASIH TUHAN MENJADI JALAN MENUJU KEHIDUPAN KEKAL

Ketapang, 12 Juli 2025. Umat Katolik Paroki Santo Agustinus Paya Kumang, Keuskupan Ketapang, kembali berhimpun dalam perayaan Ekaristi Kudus pada hari Sabtu, 12 Juli 2025, yang dilaksanakan di Gereja Paroki Santo Agustinus Paya Kumang. Misa dimulai pada pukul 18.00 WIB dan dipimpin oleh RP. FX. Oscar Aris Sudarmadi, CP, dalam suasana khidmat, teduh, dan penuh rasa syukur atas kasih dan penyertaan Tuhan dalam kehidupan umat sehari-hari.

Perayaan Ekaristi hari ini dirayakan dalam rangka Hari Minggu Biasa XV, bertepatan dengan peringatan Santo Heindrich II, Pengaku Iman, dan Santo Eugenius, Uskup. Warna liturgi yang digunakan adalah hijau, melambangkan pengharapan dan pertumbuhan iman umat dalam kehidupan menggereja maupun kehidupan sehari-hari.

Dalam misa ini, Ibu Fransiska Romana Sri Wijati bertugas sebagai pemazmur , membacakan Sabda Allah dengan suara lantang dan penuh penghayatan, sedangkan Ibu dr. Eva Lidya Ingan Riantaras Munthe, Sp.P bertugas sebagai lektor , melantunkan mazmur tanggapan dengan indah dan merdu, sehingga umat semakin merasakan kehadiran Allah yang hidup dalam Sabda-Nya. Ibu Martha Koleta Popyzesika bertugas sebagai organis, memainkan alunan musik organ dengan harmonis yang menambah suasana sakral dalam perayaan misa, serta Ibu Yohana Dani Oneng Wahyuni bertugas sebagai dirigen, memimpin koor dengan penuh semangat. Koor yang bertugas pada misa kali ini adalah Koor Lingkungan Santo Philupus, yang membawakan lagu-lagu liturgi dengan paduan suara yang indah, menambah kekhusyukan seluruh rangkaian misa.





































































































Dalam homilinya, RP. FX. Oscar Aris Sudarmadi, CP, mengawali sapaan dengan berkata:

“Selamat malam Bapak, Ibu, Saudara, Saudari, dan Adik-adik terkasih dalam Tuhan. Pada hari ini kita merenungkan pertanyaan seorang ahli Taurat yang ingin menguji Yesus: ‘Guru, apa yang harus kami perbuat untuk memperoleh kehidupan yang kekal?’ Pertanyaan itu memang muncul untuk mencobai Yesus, tetapi Yesus menanggapinya dengan hikmat dan cinta kasih-Nya. Kehidupan kekal adalah pemberian dan hadiah dari Allah. Hidup yang kekal hanya dapat diraih dengan jalan cinta kasih.”

Lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa dalam Injil Lukas hari ini, kita diajak merenungkan kisah orang Samaria yang baik hati, di mana Yesus menekankan bahwa kasih kepada Allah dan kepada sesama tidak boleh dipisahkan. Kasih kepada sesama merupakan wujud nyata dari kasih Allah kepada kita. Kasih itu terutama harus dinyatakan kepada mereka yang menderita, sakit, tersingkir, dan terpinggirkan.

“Kisah Injil Lukas tadi mengisahkan seorang Samaria yang berbelas kasih kepada orang yang dirampok dan dianiaya di jalan, padahal yang lain hanya melewati. Ini menjadi perenungan mendalam bagi kita, bahwa belas kasih dan cinta kasih kepada sesama adalah wujud nyata iman kita kepada Allah. Semoga kita senantiasa dilimpahi kasih kepada Allah dan sesama dalam hidup kita setiap hari,” tuturnya.

Bacaan Injil: Lukas 10:25-37

Bacaan Injil hari ini menceritakan seorang ahli Taurat yang hendak mencobai Yesus dengan bertanya:

“Guru, apakah yang harus kulakukan untuk memperoleh hidup yang kekal?”

Yesus balik bertanya kepadanya:

“Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?”

Ahli Taurat menjawab:

“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dengan segenap kekuatanmu, dan dengan segenap akal budimu; dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”

Yesus berkata:

“Jawabmu itu benar! Perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.”

Namun, ahli Taurat itu ingin membenarkan dirinya, lalu bertanya:

“Dan siapakah sesamaku manusia?”

Yesus pun menjawab dengan perumpamaan:

“Ada seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho, ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun. Mereka merampok, memukul, dan meninggalkannya setengah mati. Kebetulan seorang imam lewat, namun ia menyeberang dan melewatinya. Seorang Lewi juga lewat dan melewatinya. Namun seorang Samaria yang sedang dalam perjalanan tergerak hatinya oleh belas kasihan. Ia merawat orang itu, membalut lukanya, menaikkannya ke keledai tunggangannya, membawanya ke penginapan, dan merawatnya. Keesokan harinya ia memberi dua dinar kepada pemilik penginapan dan berkata: ‘Rawatlah dia, dan jika kaubelanjakan lebih, aku akan menggantinya waktu aku kembali.’ Menurutmu, siapakah di antara ketiga orang itu yang menjadi sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?”

Ahli Taurat menjawab:

“Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.”

Yesus berkata:

“Pergilah dan perbuatlah demikian!”

Peneguhan Renungan Harian Katolik

Tema renungan harian Katolik hari ini adalah “Belas Kasih dan Cinta Kasih Tuhan.” Melalui bacaan Injil tentang perumpamaan orang Samaria yang baik hati, kita diajak untuk merenungkan makna kasih yang sejati. Kasih itu bukan sekadar ucapan manis, bukan pula hanya sekadar wacana moral tanpa tindakan. Kasih yang sejati menuntut keterlibatan hati, pikiran, tenaga, bahkan pengorbanan waktu dan materi demi menolong orang lain, terutama mereka yang sedang menderita dan membutuhkan uluran tangan.

Kita belajar dari orang Samaria yang baik hati, yang meskipun secara budaya dan agama memiliki jarak dengan orang Yahudi yang terluka itu, tetap menunjukkan belas kasih tanpa pamrih. Ia tidak menanyakan latar belakang agama, suku, atau bangsanya, melainkan langsung tergerak hatinya oleh belas kasihan. Ia mengambil risiko, mengorbankan waktu perjalanannya, menggunakan minyak dan anggurnya untuk membalut luka orang yang terbaring setengah mati itu, menunggangkannya ke keledai tunggangannya sendiri, dan membawanya ke penginapan agar dirawat hingga pulih. Bahkan, ia meninggalkan uang dua dinar kepada pemilik penginapan dan berjanji akan menanggung kekurangan biayanya saat ia kembali. Tindakan itu melampaui sekadar kebaikan hati biasa, melainkan merupakan perwujudan belas kasih ilahi yang nyata dalam diri manusia.

Kisah ini mengajarkan kita bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati. Dalam surat Yakobus pun dikatakan, jika kita hanya berkata kepada orang yang lapar dan miskin, “Pergilah dengan selamat, kenakanlah pakaian hangat, dan makanlah sampai kenyang,” tetapi kita tidak memberikan apa yang diperlukan tubuhnya, apakah gunanya iman itu? Demikian pula Yesus menekankan bahwa kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama tidak dapat dipisahkan. Bagaimana mungkin kita mengaku mengasihi Allah yang tidak kelihatan, sedangkan kita menutup mata terhadap saudara kita yang menderita di hadapan kita?

Belas kasih dan cinta kasih Tuhan tidak pernah bersyarat. Ia mengasihi kita meskipun kita berdosa, lemah, dan sering jatuh dalam kesalahan yang sama. Tuhan Yesus mengasihi kita sampai pada puncaknya di salib, ketika Ia menyerahkan nyawa-Nya bagi keselamatan dunia. Belas kasih dan cinta kasih Tuhan itulah yang menjadi sumber kekuatan bagi kita untuk mengasihi sesama. Kita tidak akan pernah mampu mengasihi dengan tulus tanpa terlebih dahulu mengalami kasih Allah dalam hidup kita. Oleh karena itu, setiap umat diajak untuk selalu membuka hati, mengizinkan Allah tinggal dan berkarya di dalam hati kita, agar kita dimampukan untuk menjadi pribadi yang peka, peduli, dan rela berkorban bagi sesama.

Dalam konteks hidup sehari-hari, belas kasih dan cinta kasih itu dapat diwujudkan dengan cara yang sederhana: menegur dengan kasih ketika melihat saudara kita jatuh dalam kesalahan, mendoakan mereka yang sakit, menolong teman yang kesulitan dalam belajar, memberi makan mereka yang lapar, mendengarkan keluh kesah orang yang sedang sedih, hingga bersikap ramah kepada siapa saja tanpa memandang jabatan, usia, status sosial, atau keadaannya. Bahkan, ketika kita disakiti, Tuhan mengajarkan kita untuk tetap mengasihi, mendoakan mereka yang menyakiti kita, dan membalas kejahatan dengan kebaikan, seperti sabda Yesus, “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.”

Renungan hari ini menjadi tantangan iman bagi kita: sudahkah kita menolong sesama dengan hati yang tulus, ataukah kita menolong dengan mengharapkan balasan dan pujian? Sudahkah kita berani menolong mereka yang dikucilkan masyarakat, seperti orang Samaria menolong orang Yahudi yang terluka? Sudahkah kita menjadi tanda kasih Allah bagi orang-orang di sekitar kita, terutama dalam keluarga kita sendiri, di lingkungan kerja, di sekolah, di komunitas, dan di lingkungan masyarakat?

Semoga renungan hari ini meneguhkan setiap umat agar senantiasa hidup dalam belas kasih dan cinta kasih Tuhan yang tanpa syarat, sehingga kehidupan kita sungguh menjadi saluran rahmat dan kasih-Nya di tengah dunia. Marilah kita berdoa, mohon kepada Tuhan agar hati kita selalu dilembutkan oleh belas kasih-Nya, agar kita dapat memandang sesama dengan mata kasih, mendengar jeritan hati mereka dengan telinga kasih, dan menjangkau mereka dengan tangan kasih, demi kemuliaan Tuhan kini dan sepanjang masa. Amin.

📍Paroki Santo Agustinus Paya Kumang

🕊️ Gembala Umat, Pelita Iman, Sahabat Jiwa

Ditulis oleh: Tim Redaksi Komunikasi Sosial (Komsos) Paroki Santo Agustinus Paya Kumang

Tanggal:   12 Juli 2025 




About Gr.SAPRIYUN,S.ST.Pi

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 comments:

Posting Komentar