Lazarus dan Orang Kaya: Panggilan untuk Hidup Berbelas Kasih. Umat Paroki Santo Agustinus Paya Kumang Rayakan Misa Minggu Biasa XXVI

 

Foto RP. Vitalis Nggeal, CP

Ketapang, 27 September 2025.Paroki Santo Agustinus Paya Kumang, Keuskupan Ketapang, kembali menjadi pusat doa, refleksi, dan kebersamaan iman umat Katolik dalam perayaan Misa Minggu Biasa XXVI yang juga bertepatan dengan Peringatan Wajib Santo Wenseslaus, Raja Bohemia dan Martir; Santo Laurensius Ruiz, Martir; serta Santa Eustakia, Perawan. Liturgi suci ini dirayakan dengan penuh kekhusyukan pada Sabtu sore, pukul 18.00 WIB, dipimpin oleh RP. Vitalis Nggeal, CP sebagai selebran utama.

Perayaan ini menggunakan warna liturgi hijau, sebagai lambang harapan, pertumbuhan, dan kehidupan baru, yang menjadi pesan mendalam bagi umat untuk terus memperbarui iman mereka di tengah dinamika kehidupan sehari-hari.









































































































































Suasana Misa dan Liturgi

Liturgi diawali dengan prosesi masuk yang sederhana namun penuh makna, diiringi lagu pembuka oleh koor SMA PL Santo Yohanes. Para anggota koor menampilkan harmonisasi suara yang indah, dipandu dengan penuh penghayatan oleh dirigen Ibu Susana Eniyati, S.Pd. dan diiringi alunan organ yang dimainkan dengan khidmat oleh Saudara Justin.

Suasana doa semakin syahdu ketika umat bersama-sama mengangkat hati kepada Tuhan dalam nyanyian dan doa pembuka. Saudara Oktavianus Vitalis Denggol tampil sebagai lektor yang membacakan sabda Allah dengan penuh wibawa, sementara Saudari Catherine melantunkan mazmur tanggapan dengan suara merdu yang membawa umat masuk lebih dalam ke dalam permenungan firman Tuhan.

Bacaan Kitab Suci dan Homili

Bacaan Injil pada hari Minggu Biasa XXVI diambil dari Lukas 16:19-31, yang mengisahkan tentang orang kaya dan Lazarus. Kisah kontras ini menggambarkan bagaimana kehidupan duniawi yang penuh kemewahan tanpa belas kasih berakhir dengan penderitaan, sementara Lazarus yang miskin dan menderita justru mendapatkan tempat di pangkuan Abraham setelah kematiannya.

Dalam homilinya, RP. Vitalis Nggeal, CP menyapa umat dengan hangat:

“Selamat sore Bapak, Ibu, Saudara-Saudari, dan adik-adik terkasih dalam Tuhan kita Yesus Kristus. Bacaan Injil hari ini mengajak kita untuk merenungkan kembali makna belas kasih. Kisah orang kaya dan Lazarus bukan sekadar berbicara tentang surga atau neraka, melainkan tentang hati yang terbuka atau tertutup terhadap sesama.”

Homili yang Diperdalam

RP. Vitalis kemudian memperluas renungannya dalam empat poin besar, tetapi juga menambahkan beberapa penekanan yang membuat umat terdiam dalam permenungan.

Poin Pertama: Status sosial tidak menentukan keselamatan
“Di dunia ini kita sering mengukur seseorang dari harta, kekuasaan, atau jabatan. Orang kaya dalam Injil digambarkan berpakaian jubah ungu dan kain halus, setiap hari bersukaria. Sementara Lazarus penuh dengan borok, hidup di pinggir jalan, hanya berharap remah yang jatuh dari meja. Namun di hadapan Allah, status sosial dan kemewahan tidak ada artinya. Semua manusia setara di mata-Nya. Yang dinilai adalah hati—apakah hati itu penuh belas kasih atau tidak. Kita diingatkan untuk tidak tertipu oleh penampilan luar atau kedudukan, sebab yang penting adalah bagaimana kita menghidupi kasih.”

Poin Kedua: Dosa terbesar adalah ketidakpedulian
RP. Vitalis menekankan bahwa orang kaya itu bukan dihukum karena memiliki harta, melainkan karena tidak peduli pada Lazarus.

“Dosa besar orang kaya adalah menutup mata. Ia tidak melakukan kejahatan langsung kepada Lazarus, tidak mengusirnya, tidak memukulnya. Tetapi ia juga tidak menolongnya. Dan di situlah letak dosanya. Banyak dari kita mungkin merasa tidak berbuat jahat, tetapi justru berdosa karena tidak melakukan kebaikan yang seharusnya. Kita membiarkan tetangga kelaparan, membiarkan saudara kesulitan, membiarkan sesama berjuang sendirian. Itulah yang disebut dosa kelalaian. Dan Injil hari ini mengingatkan kita agar jangan sampai jatuh dalam dosa itu.”

Poin Ketiga: Pertobatan harus dilakukan sekarang, bukan nanti
RP. Vitalis mengingatkan umat bahwa kesempatan untuk bertobat hanya ada di dunia ini. Setelah kematian, tidak ada lagi waktu untuk memilih.

“Banyak orang berkata: nanti saja saya berubah, nanti saja saya berbuat baik, nanti saja saya dekat dengan Tuhan. Saudara-saudari, Injil hari ini menegaskan: nanti bisa terlambat. Orang kaya itu menyesal setelah mati, tapi tidak ada lagi jalan kembali. Kita hanya punya satu kesempatan: sekarang. Maka gunakan waktu ini untuk membuka hati, mengasihi, dan peduli. Pertobatan adalah proses harian, bukan penundaan.”

Poin Keempat: Sabda Allah adalah pedoman hidup
Dalam kisah Injil, orang kaya meminta Lazarus diutus untuk memperingatkan saudara-saudaranya, tetapi Abraham menjawab: mereka sudah memiliki Musa dan para nabi. RP. Vitalis menjelaskan:

“Kita sudah punya Kitab Suci, kita sudah punya ajaran Gereja, kita sudah punya sakramen-sakramen. Apa lagi yang kita tunggu? Bacalah Kitab Suci setiap hari. Renungkanlah. Laksanakanlah. Jangan sampai kita hanya menjadi pendengar Sabda, tapi tidak menjadi pelaku Sabda. Karena yang diberkati adalah orang yang mendengarkan firman Tuhan dan melaksanakannya.”

Refleksi Lanjutan Homili

RP. Vitalis menambahkan dimensi praktis bagi kehidupan umat sehari-hari:

Dalam keluarga: Jangan menutup mata terhadap anggota keluarga yang lemah. Anak-anak perlu diperhatikan bukan hanya kebutuhan materi, tetapi juga kasih sayang. Orang tua yang sakit atau lanjut usia jangan dibiarkan sendirian.

Dalam lingkungan masyarakat: Banyak orang miskin di sekitar kita. Mereka adalah “Lazarus” masa kini. Apakah kita berani melihat dan menolong mereka?

Dalam dunia modern: Kita mudah terlena oleh teknologi, hiburan, atau pekerjaan. Namun jika semua itu membuat kita tidak lagi peka terhadap sesama, maka kita sama seperti orang kaya dalam Injil.

“Ingatlah, saudara-saudari terkasih,” tegas RP. Vitalis, “setiap kali kita menutup hati, kita sedang menciptakan jarak dengan Tuhan. Tetapi setiap kali kita membuka hati, kita sedang mendekatkan diri pada Tuhan.”

Homili ditutup dengan seruan:

“Mari kita bertobat mulai hari ini. Jangan menunda. Bacalah Kitab Suci, hiduplah dalam Sabda, dan jadilah berkat bagi sesama. Semoga kita tidak seperti orang kaya yang terlambat menyadari, tetapi seperti Lazarus yang setia dalam penderitaan dan akhirnya berbahagia bersama Allah. Tuhan memberkati.”

Renungan: Lazarus dalam Kehidupan Kita

Kisah tentang Lazarus dan orang kaya menjadi pesan universal tentang belas kasih. Yesus menunjukkan bahwa keselamatan tidak ditentukan oleh kekayaan atau jabatan, melainkan oleh hati yang mau terbuka. Orang kaya itu bukan dihukum karena hartanya, melainkan karena ketidakpeduliannya kepada Lazarus yang selalu ada di depan pintu rumahnya.

Dalam konteks modern, “Lazarus” hadir dalam banyak wajah:

Mereka yang miskin dan tidak memiliki tempat tinggal.

Mereka yang terpinggirkan karena status sosial, ekonomi, atau latar belakang.

Mereka yang kesepian, sakit, atau menderita.

Bahkan mereka yang ada di dekat kita, di lingkungan keluarga atau komunitas, tetapi sering kita abaikan.

Renungan ini menegaskan panggilan untuk hidup berbelas kasih. Dalam era digital yang sibuk, manusia kerap terjebak dalam zona nyaman, karier, atau teknologi. Injil hari ini mengingatkan kita untuk keluar dari keterikatan itu, membuka mata, dan melihat wajah Kristus dalam diri mereka yang menderita.

Simbolisme Liturgi Hijau

Pemilihan warna liturgi hijau pada perayaan Minggu Biasa ini mengingatkan umat akan pertumbuhan iman. Warna hijau adalah lambang harapan. Seperti tanaman yang tumbuh subur, demikian juga iman umat harus senantiasa dipelihara agar berbuah dalam kasih.

RP. Vitalis menekankan bahwa membaca Kitab Suci, berdoa, dan melakukan tindakan kasih adalah pupuk yang membuat iman itu bertumbuh. Tanpa itu, iman bisa layu, sebagaimana pohon yang tidak pernah disirami.

Peringatan Para Santo dan Santa

Selain refleksi Injil, misa ini juga menjadi momen mengenang teladan iman Santo Wenseslaus, Raja Bohemia dan Martir; Santo Laurensius Ruiz, Martir; serta Santa Eustakia, Perawan.

Santo Wenseslaus dikenal karena kepemimpinannya yang adil dan keberaniannya membela iman meski harus mati martir.

Santo Laurensius Ruiz, martir pertama dari Filipina, menjadi teladan kesetiaan hingga akhir hayat.

Santa Eustakia, seorang perawan suci, mengajarkan kemurnian hati dan kesetiaan pada Kristus.

Keteladanan mereka menjadi inspirasi bahwa iman bukan hanya kata-kata, melainkan sikap hidup yang nyata.

Ajakan Pertobatan dan Aksi Kasih

Homili ini ditutup dengan ajakan untuk bertobat sekarang juga dan tidak menunda waktu. Pertobatan berarti perubahan sikap: dari menutup mata menjadi membuka mata, dari menutup hati menjadi berbagi kasih.

RP. Vitalis menekankan, “Berbahagialah orang yang mendengarkan Sabda Tuhan dan melaksanakannya. Jangan hanya mendengar, tetapi lakukanlah. Karena ukuran keselamatan adalah kasih yang diwujudkan dalam tindakan nyata.”

Penutup Perayaan

Misa ditutup dengan doa penutup dan berkat dari RP. Vitalis Nggeal, CP. Umat pulang dengan hati penuh sukacita dan semangat baru untuk menghidupi pesan belas kasih dalam keseharian. Lagu penutup yang dinyanyikan oleh koor SMA PL Santo Yohanes menambah nuansa syukur dan pengutusan.

Seorang umat berkomentar sebelum meninggalkan gereja:
“Hari ini saya belajar bahwa iman harus diwujudkan. Tidak cukup hanya datang ke misa, tetapi juga harus membuka hati untuk orang-orang di sekitar kita.”

📍Paroki Santo Agustinus Paya Kumang

🕊️ Gembala Umat, Pelita Iman, Sahabat Jiwa

Ditulis oleh: Tim Redaksi Komunikasi Sosial (Komsos) Paroki Santo Agustinus Paya Kumang

Tanggal:   2 7  September  2025


About Gr.SAPRIYUN,S.ST.Pi

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 comments:

Posting Komentar